Presiden memang orang yang praktis. Tidak seperti mereka yang memperjuangkan hidupnya di pinggir jalan berhari-harian. Kalau engkau bukan presiden, dan juga bukan menteri, dan engkau ingin mendapat tambahan listrik tigapuluh atau limapuluh watt, engkau harus berani menyogok dua atau tigaratus rupiah. Ini sungguh tidak praktis. Dan kalau isi istana itu mau berangkat ke A atau ke B, semua sudah sedia, pesawat udaranya, mobilnya, rokoknya, dan uangnya. Dan untuk ke Blora ini, aku harus pergi mengelilingi Jakarta dulu dan mendapatkan hutang. Sungguh tidak praktis kehidupan seperti itu.Dan kalau engkau jadi presiden, dan ibumu sakit atau ambillah bapakmu atau ambillah salah seorang dari keluargamu yang terdekat, besok atau lusa engkau sudah bisa datang menengok. Dan sekiranya engkau pegawai kecil yang bergaji cukup hanya untuk bernafas saja, minta perlop untuk pergi pun susah. Karena, sep-sep kecil itu merasa benar kalau dia bisa memberi larangan sesuatu pada pegawainya.
Like (0)Dislike (0)
Mama tak meneruskan ceritanya. Kisahnya seakan jadi peringatan terhadap hari depanku, Mas. Dunia menjadi semakin senyap. Yang kedengaran hanya nafas kami berdua. Sekiranya Mama tidak bertindak begitu keras terhadap Papa, begitu berkali-kali diceritakan oleh Mama, tak tahu aku apa yang akan terjadi atas diriku. Mungkin jauh, jauh lebih buruk daripada yanag dapat kusangkakan."Tadinya terpikir olehku untuk membawanya ke rumah sakit jiwa. Ragu, Ann. Pendapat orang tentang kau Ann, bagaimana nanti? Kalau ayahmu ternyata memang gila dan oleh Hukum ditaruh onder curateele (di bawah pengampunan)? Seluruh perusahaan, kekayaan dan keluarga akan diatur seorang curator yang ditunjuk oleh Hukum. Mamamu, hanya perempuan Pribumi, akan tidak mempunyai sesuatu hak atas semua, juga tidak dapat berbuat sesuatu untuk anakku sendiri, kau, Ann. Percuma saja akan jadinya kita berdua membanting tulang tanpa hari libur ini. Percuma aku telah lahirkan kau, karena Hukum tidak mengakui keibuanku, hanya karena aku Pribumi dan tidak kawin secara syah. Kau mengerti?""Mama!" Bisikku. Tak pernah kuduga begitu banyak kesulitan yang dihadapinya."Bahkan ijin kawinmu pun akan bukan dari aku datangnya, tapi dari curator itu, bukan sanak bukan semenda. Dengan membawa Papamu ke rumah sakit jiwa, dengan campur tangan pengadilan, umum akan tahu keadaan Papamu, umum akan ... kau, Ann, nasibmu nanti, Ann. Tidak!""Mengapa justru aku, Ma?""Kau tidak mengerti? Bagaimana kalau kau dikenal umum sebagai anak orang sinting? Bagaimana akan tingkahmu dan tingkahku di hadapan mereka?"Aku sembunyikan kepalaku di bawah ketiaknya, seperti anak ayam. Tiada pernah aku sangka keadaanku bisa menjadi seburuk dan senista itu."Ayahmu bukan dari keturunannya menjadi begitu," kata Mama meyakinkan. "Dia menjadi begitu karena kecelakaan. Hanya orang mungkin akan menyamakan saja, dan kau bisa dianggap punya benih seperti itu juga." Aku menjadi kecut. "Itu sebabnya dia kubiarkan. Aku tahu dimana dia selama ini bersarang. Cukuplah asal tidak diketahui umum."Lambat-lambat persoalan pribadiku terdesak oleh belas kasihanku pada Papa."Biarlah, Ma, biar kuurus Papa.""Dia tidak kenal kau.""Tapi dia Papaku, Ma.""Stt. Belas kasihan hanya untuk yang tahu. Kaulah yang lebih memerlukannya, anak orang semacam dia. Ann, kau sudah mengerti, dia sudah berhenti sebagai manusia. Makin dekat kau dengannya, makin terancam hidupmu oleh kerusakan. Dia telah menjadi hewan yang tak tahu lagi baik daripada buruk. Tidak lagi bisa berjasa pada sesamanya. Sudah, jangan tanyakan lagi.
Like (0)Dislike (0)
Mama, Mama pernah berbahagia?""Biar pun pendek dan sedikit setiap orang pernah, Ann.""Berbahagia juga Mama sekarang?""Yang sekarang ini aku tak tahu. Yang ada hanya kekuatiran, hanya ada satu keinginan. Tak ada sangkut-paut dengan kebahagiaan yang kau tanyakan. Apa peduli diri ini berbahagia atau tidak? Kau yang kukuatirkan. Aku ingin lihat kau berbahagia."Aku menjadi begitu terharu mendengar itu. Aku peluk Mama dan aku cium dalam kegelapan itu. Ia selalu begitu baik padaku. Rasa-rasanya takkan ada orang lebih baik."Kau sayang pada Mama, Ann?"Pertanyaan, untuk pertama kali itu diucapkan, membikin aku berkaca-kaca, Mas. Nampaknya saja ia terlalu keras."Ya, Mama ingin melihat kau berbahagia untuk selama-lamanya. Tidak mengalami kesakitan seperti aku dulu. Tak mengalami kesunyian seperti sekarang ini: tak punya teman, tak punya kawan, apalagi sahabat. Mengapa tiba-tiba datang membawa kebahagiaan?""Jangan tanyai aku, Ma, ceritalah.""Ann, Annelies, mungkin kau tak merasa, tapi memang aku didik kau secara keras untuk bisa bekerja, biar kelak tidak harus tergantung kepada suami, kalau ya, moga-moga tidak, kalau-kalau suamimu semacam ayahmu itu."Aku tahu Mama telah kehilangan penghargaannya terhadap Papa. Aku dapat memahami sikapnya, maka tak perlu bertanya tentangnya. Yang kuharap memang bukan omongan tentang itu. Aku ingin mengetahui adakah ia pernah merasai apa yang kurasai sekarang."Kapan Mama merasa sangat, sangat berbahagia?""Ada banyak tahun setelah aku ikut Tuan Mallema, ayahmu.""Lantas, Ma?""Kau masih ingat waktu kau kukeluarkan dari sekolah. Itulah akhir kebahagiaan itu. Kau sudah besar sekarang, sudah harus tahu memang. Harus tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sudah beberapa minggu ini aku bermaksud menceritakan. Kesempatan tak kunjung tiba juga. Kau mengantuk?""Mendengarkan, Ma.""Pernah Papamu bilang dulu, waktu kau masih sangat, sangat kecil, seorang ibu harus menyampaikan kepada anak perempuannya semua yang harus dia ketahui.""Pada waktu itu...""Pada waktu itu segala dari Papamu aku hormati, aku ingat-ingat, aku jadikan pegangan. Kemudian ia berubah, jadi berlawanan dengan segala yang pernah diajarkannya. Ya, waktu itu mulai hilang kepercayaan dan hormatku padanya.""Ma, pandai dulu Papa, Ma?""Bukan saja pandai, tapi juga baik hati. Dia yang mengajari aku segala tentang pertanian, perusahaan, pemeliharaan hewan, pekerjaan kantor. Mula-mula diajari aku bahasa Melayu, kemudian membaca dan menulis, setelah itu juga bahasa Belanda. Papamu bukan hanya mengajar, dengan sabar juga menguji semua yang telah diajarkannya. Ia haruskan aku berbahasa Belanda dengannya. Kemudian diajarinya aku berurusan dengan bank, ahli-ahli hukum, aturan dagang, semua yang sekarang mulai kuajarkan juga kepadamu.""Mengapa Papa bisa berubah begitu Ma?""Ada, Ann, ada sebabnya. Sesuatu telah terjadi. Hanya sekali, kemudian ia kehilangan seluruh kebaikan, kepandaian, kecerdasan, keterampilannya. Rusak, Ann, binasa karena kejadian yang satu itu. Ia berubah jadi orang lain, jadi hewan yang tak kenal anak dan istri lagi.""Kasihan Papa.""Ya. Tak tahu diurus, lebih suka menggembara tak menentu.
Like (0)Dislike (0)