Ibuku tinggal di sarang. Ini bukan rumah. Di negeri matahari ini, bahkan sinar matahari dia tidak kebagian!

Kan baik belum tentu benar juga belum tentu tepat. Malah bisa salah pada waktu dan tempat yang tidak cocok.

Cinta itu indah, Minke, juga kebinasaan yang mungkin membututinya. Orang harus berani menghadapi akibatnya.

Secacat itu tapi masih berjuang! Mestinya perjuanganku lebih dari dia. Aku tidak cacat. Lebih, mesti! Lebih!

Pendeknya aku harus waspada, kewaspadaan sebagai bea kebahagiaan hidup di dekat gadis cantik tanpa bandingan.

Setiap kerusuhan di sesuatu negeri, bukan hanya Tumampel, adalah cerminan dari ketidakmampuan yang memerintah.

Itulah dia, perempuan tua yang kau cari, wanita seperti ibumu, yang dilahirkan di pulau nenek-moyangnya, Jawa.

Bukankah hidup manusia ini tiap hari dicangkul, diendapkan, dan diseret juga seperti gundukan tanah merah itu?

Teror merupakan sistem untuk menundukan rakyat, sedang kerakusan berlebihan menjadi tujuan dari pendudukan itu.

Kau biarkan suamiku merampas istri orang; itu berarti kau ikut membangunkan kejahatan, kerusuhan, dan malapetaka.

Harus adil sejak dalam pikiran, jangan ikut-ikutan jadi hakim tentang perkara yang tidak diketahui benar-tidaknya.

Aku lebih mempercayai ilmu pengetahuan, akal. Setidak-tidaknya padanya ada kepastian-kepastian yang bisa dipegang.

Kalau kita menang perang, semua kita dapat rumah baik. Tapi sekarang negara lebih butuh uang dari pada kita semua.

Ah, Gus, begini kodrat perempuan. Dia menderitakan sakit waktu melahirkan, menderita sakit lagi karena tingkahnya.

Tak ada orang yang tak suka pada pujian. Kalau orang merasa terhina karena dipuji, tandanya orang itu berhati culas.